Banyuwangi

Jl. Tebu Indah No. 99 Kembiritan Genteng

0812 3456 7890

Pengurus Yayasan

Biografi Alm. KH. ZAINI HABIBULLAH

Latar Belakang Keluarga

Tahun 1937, di Desa Toronan Pamekasan Madura, Lora Zaini Habibullah di lahirkan. Beliau merupakan putera kedua dari pasangan KH. Habibullah dan Nyai Hj. Badriyah. Nama kecil lora zaini adalah Mursyid, yang kemudian berubah menjadi Ahmad Huzaini setelah beliau melaksanakan ibadah haji

Dari jalur ayahandanya. Lora Zaini adalah putra KH. Habibullah Habibullah (Pendiri Pondok Pesantren Ummul Quro Krikilan Glenmore). Kiai Zaini Habibullah mendirikan Pondok Pesantren Bahrul Hidayah di Dusun Rayud Desa Parijatah Kulon pada Tahun 1970 setelah beliau hijrah dari Desa Biting Arjasa Jember.

Zaini Habibullah menikah dengan putri KH. Abdusshomad (Pendiri Pondok Pesantren Darussalam Jember), Nyai Hj. Saudah. Dari pernikahan ini, beliau dikaruniai dua putera dan dua puteri, yaitu: 1) Nyai Halimatus Sa’diyah (Lahir 1964), 2) KH. Kholilur Rahman Zaini (Lahir 1966), 3) KH. Ali Makki Zaini (Lahir 1970) dan 4) Nyai Wardatul Kamilah (Lahir 1972).

 

Latar Belakang Pendidikan

Sejak usia dini, Zaini muda telah mendapatkan pendidikan agama dari kedua orang tuanya secara langsung. Lora Zaini juga pernah mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren Darul Ulum Banyuanyar Pamekasan yang sat itu diasuh oleh R.KH. Abdul Hamid dan Puteranya, KH Abdul Madjid, selama tiga tahun di pesantren ini, Lora Zaini memperdalam ilmu agamanya. Kemudian, selepas dari Pondok Pesantren Banyuanyar beliau melanjutkan proses belajarnya ke Pondok Pesantren Sidogiri yang diasuh oleh KH. Nawawi. Disini, Zaini muda belajar selama lima belas tahun.

Kiai Zaini Habibullah Wafat pada 6 Ramadhan 1420 H/ tanggal 14 Desember tahun 1999 dan dimakamkan dibelakang Masjid Pondok Pesantren Bahrul Hidayah Rayud Parijatah, semoga amal beliau diterima oleh Allah Swt dan kita selalu memperoleh barokah sebab perantara beliau Amiin

 

Kepribadian

Tekun Dalam Menuntut Ilmu

Hal ini dibuktikan dengan betapa hausnya beliau akan indahnya mencari ilmu, beliau belajar dari satu pesantren ke pesantren yang lain, beliau habiskan waktu bertahun-tahun sejak masih belia untuk mengaji, mulai dari ayahandanya sendiri hingga beliau menuntut ilmu di Pondok Pesantren Banyuanya Madura dan Pondok Pesantren Sidogiri. Bahkan, alkisah beliau pernah dijadikan lurah pondok (Ketua Pondok) di Sidogiri karena gigih dan tekunnya beliau dalam mengaji hingga akhirnya diamanahi jabatan tersebut.

 

Mewariskan Ilmu Bukan Kekayaan

Hal ini disesuaikan dari pernyataan beliau kepada putra-putrinya:

Engkok tak amarisaginah dunyah ke anak potoh tapeh marisaginah elmoh” (Saya tidak akan mewariskan dunia (kekayaan atau harta) ke anak dan cucuku akan tetapi akan mewariskan ilmu). Hal ini menandakan bahwa betapa pentingnya ilmu dari pada kekayaan harta, karena hanya dengan ilmu seseorang itu bisa mulia bukan karena harta.

Selaras dengan pernyataan diatas, ada pernyataan beliau yang berbunyi demikian: “Kangguy biayanah mondukkah anak teka’ah sokoh ekecetak cetak ekesokoh e lakonnah”. (Untuk biaya memondokkan anak, walau kaki sampai ke kepala dan kepala sampai ke kaki akan saya lakukan). Kata-kata beliau “walau kaki sampai ke kepala dan kepala sampai ke kaki” merupakan kiasan bahwa beliau akan melakukan apapun demi untuk memondokkan anaknya di Pondok Pesantren. Dawuh-dawuh itulah yang dijadikan pedoman oleh anak dan cucu Kiai Zaini Habibullah untuk memompa semngat dalam mencari ilmu.

 

Cinta Ilmu Pengetahuan

Pernyataan-pernyataan beliau sangat menunjukkan bahwa betapa beliau sangat mencintai ilmu pengetahuan, sehingga beliau akan berusaha sekeras mungkin agar anak-anak dan cucunya dapat mengenyam pendidikan terbaik yakni Pondok Pesantren. Karena dengan ilmu itulah beliau yakin bahwa anak dan cucunya akan bisa menjaga diri dan mulia di sisi Allah Swt.

Semasa beliau aktif di Lembaga Bahtsul Masail beliau selalu meluangkan waktunya untuk muthola’ah (mengulas kembali) dan membahas permasalahan-permasalahan yang akan dibahas di Bahtsul Masail, bahkan biasanya ketika putra beliau pulang dari Pondok Pesantren yakni KH. Ali Makki Zaini dan KH. Kholilur Rahman Zaini, beliau berdua selalu dilibatkan dalam mendiskusikan permasalahan-permasalahan yang akan di bahas di Bahstul Masail dan membiarkan kakak beradik ini berdiskusi dengan sendirinya dan semisal ada kesalahan maka akan langsung dibenarkan oleh KH. Zaini Habibullah. Hal ini beliau terapkan ke putra-putranya untuk mengasah sejauh mana putra-putra beliau sudah belajar dan mengaji ketika berada di Pondok Pesantren.

 

Pekerja Keras/Ulet

Hal ini beliau lalui ketika hijrah ke Dusun Rayud. Pindahnya KH. Zaini Habibullah dari Desa Biting Arjasa Jember ke Dusun Rayud ini merupakan ajakan dari K. Sayyidah (KH. Abdusshomad) yang merupakan Paman beliau, H. Abdurrazaq (tokoh di Dusun Rayud), H. Moh. Sholeh (Srono) selaku pemilik tanah.

Awal kedatangan KH. Zaini Habibullah ke Dusun Rayud beliau bertani dengan masyarakat sekitar lalu seiring berjalannya waktu beliau menyewa untuk ditanami sendiri. Setelah itu oleh H. Moh Sholeh tanahnya dijual kepada KH. Zaini Habibullah dengan dicicil. Seiring berjalannya waktu banyak masyarakat yang mengaji kepada beliau akhirnya beliau mulai membangun Musholla untuk keperluan melakukan diskusi dan pengajian. Untuk mendirikan Pondok Pesantren beliau tidak membawa bekal bahkan dibekali oleh kedua orang tuanya, jadi beliau hanya berbekalkan ilmu, pengetahuan dan semangat menyebarkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya untuk diamalkan ditengah masyarakat Dusun Rayud.

WhatsApp
Facebook
Twitter
Telegram

Terbaru